Senin, 22 Oktober 2012

12:43:00 PM



N
amaku Silvia Alviani,aku berusia 16 tahun.Pada usia inilah pertama kali aku duduk dibangku SMA. Aku mendaftar di sekolah yang sama seperti sahabatku Raka, Raka Perdana itulah namanya. Dia biasa memanggilku dengan sebutan Avi. Aku sudah berteman dengannya sejak 3 tahun yang lalu. Aku dan Raka sangat dekat, kemana pun aku pergi pasti selalu ada Raka disampingku, begitupun sebaliknya.
Aku bersiap mengenakan baju seragam putih abu-abu. Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah. Ku lihat telepon genggamku, tak ada tanda tanda dari Raka. Aku pun mulai cemas dengan situasi ini. Waktu telah menunjukan pukul 6.30 WIB, ku tengok keluar jendela tapi tak ada seorangpun disana. Lalu aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat padanya, tapi tak ada balasan. Kucoba telepon tapi tak ada jawaban. Kemana perginya raka? Kataku dalam hati. Lima belas menit berlalu, tapi tak ada satu pun kabar dari Raka. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan dia pesan singkat lagi, lalu aku keluar pintu dan menguncinya. Tiba-tiba “Tintin, tintin” suara yang terdengar tidak asing lagi ditelingaku.
“Raka?” spontan aku menyebut namanya karna aku melihat dia tiba-tiba berada didepan rumahku.
“aviii” jawabnya dengan bersemangat
Aku pun bergegas mengambil kunci yang masih tergantung di pintu. Dengan tak sabar aku membuka pagar rumahku. Seperti biasa, dia selalu mencubit pipiku ketika bertemu. Aku pun membalasnya dengan senyuman. Tanpa aba-aba aku naik ke atas motornya. Kami pun berangkat bersama.1
                                                                               
                                                                                                      ***

Dibawah sinar mentari pagi, semua siswa dan siswi baru berbaris ditengah lapangan. Satu persatu nama disebutkan untuk pembagian kelas. Yang pertama disebutkan adalah murid yang akan masuk dikelas sepuluh satu dan ternyata namaku disebutkan. Tapi aku sedih karena tidak satu kelas dengan Raka. Dengan sedikit ragu aku pun melangkahkan kakiku menuju kelas sepuluh satu. Aku pun terus memikirkan nasib persahabatanku dengan Raka. Apakah kami bisa selalu bersama jika tidak satu kelas? Apakah dia akan ingat dengan kebiasaan yang biasa kami lakukan? Pertanyaan pertanyaan itu selalu berada dipikiranku. Aku hanya menghawatirkan persahabatanku dengannya. Dua jam pelajaran berlalu, tapi aku masih memikirkan pertanyaan pertanyaan itu, aku bahkan tidak memperhatikan guru guru yang masuk dikelasku.
Empat jam kemudian, bel sekolah pun berbunyi. Seharusnya aku pulang jam 4 sore, karena aku mengambil kelas bilingual. Tapi hari ini aku pulang tepat jam 12 siang. Aku pun keluar dari kelas dan mencari-cari Raka. Tiba-tiba, aku merasakan kegelapan, ternyata ada tangan seseorang yang menutupi mataku. Ini pasti Raka pikirku. Raka pun melepaskan tangannya dari mataku. Aku menoleh kebelakang, terlihat wajahnya yang tersenyum kepadaku. Entah mengapa, jantungku berdegup kencang, nafasku mulai tidak teratur, aku pun berusaha untuk tidak terlihat salah tingkah didepannya.
“avi, kamu kenapa?” Raka mengayun-ayunkan tangannya didepan wajahku.
“ng..ga aku ngga kenapa napa” aku sedikit gagap menjawab pertanyaannya.
                “kalau gitu, ayu kita pulang” ajaknya
                “ay..”
                “eits, tunggu dulu” memotong perkataanku, sambil menyentuh bibirku dengan jari telunjuknya.
                Apa lagi yang dia inginkan setelah dia membuatku salah tingkah? Tanyaku dalam hati. Aku hanya bisa terdiam ketika jarinya menyentuh permukaan bibirku.
                “kamu mau ikut aku ngga?” tanyanya sambil menurunkan jarinya dari bibirku.
                “mau kemana?” tanyaku dengan penuh rasa penasaran.
                “udah deh, mau ngga?”
                “iya udah deh, iya aku mau ikut” kataku
                Aku terus memutar otak, sebetulnya mau dibawa kemana aku? Apa yang akan kami lakukan? Aku terus berpikir, aku mengingat semua tempat yang ada kemungkinan menjadi tujuan kami. Sampai pada akhirnya kami pun sampai dibasemant sebuah mall.
                “kita mau ngapain? Aku ngga bawa jaket” kataku sambil turun dari motornya.
                “yasudah, kamu pakai jaketku saja ya” jawabnya dengan santai.
                “terus kamu bagaimana?” tanyaku memastikan
                Tanpa menunggu jawaban darinya aku pun segera mengenakan jaketnya. Lalu aku bercermin di kaca sepion motornya, tiba-tiba aku melihat dia ingin melepaskan baju seragamnya. Spontan aku terkejut, melihat apa yang dia lakukan.
                “hei, kamu mau apa?” tanyaku dengan sedikit bingung.
                “tenang tenang, aku pakai baju lagi kok” jawabnya sambil tersenyum.
                “oh, aku kira.. hehe” aku tertawa kecil.
                Dia pun memasukan baju kedalam tasnya. Tiba-tiba dia menggandeng tanganku, lagi lagi aku terkejut dengan apa yang dia lakukan. Aku hanya bisa terdiam tanpa kata melihat dia menggandeng tanganku. Kami pun menuju restoran tempat biasa kami makan. Beberapa menit kemudian, makanan pun datang.
                “abis ini kita nonton ya” katanya sambil memasukan makanan kedalam mulutnya.
                Aku yang sedang melahap makananku tersontak mendengar ucapannya. Dia pun memberiku minuman dan membersihkan sisa makanan yang masih berada ditepi bibirku.
                “Hei, hati hati dong makannya” katanya penuh perhatian.
                “ abis, kamu membuatku kaget” jawabku
                “kamu mau nonton gak?” tanya raka dengan muka memelas
                “Raka, bukannya aku ngga mau, tapi aku takut terlalu sore pulangnya, lain kali aja ya” jawabku sambil tersenyum.
                “oh gitu, iyaudah deh, tapi lain kali maunya? Janji?”
                “iya, aku janji”
                Aku semakin bingung dengan tingkah lakunya seharian ini, dia lebih perhatian kepadaku, dia juga tidak biasanya mengajakku makan secara tiba tiba.Seperti ada sesutu yang dia sembunyikan dariku. Aku hanya merasa dia berbeda, berbeda dari yang biasanya.
                “vi?” panggilnyadengan suara berbisik
                “iya?” jawabku dengan santai
“vi kira-kira persahabatan kita udah berapa lama ya?”Tanya Raka yang mengembalikan suasana menjadi sunyi.
“hhmm kurang l
ebih 3 tahunan.Emang kenapa ka?”
“lama juga ya.Apa kamu ada perasaan sama aku?”Tanya Raka
lagi ,sambil matanya lurus kedepan.Entah apa yang dilihatnya.
“Ada,tetapi perasaan seorang sahabat”jawabku santai,tanpa ada beban apapun dihatiku,karena memang perasaanku pada Raka adalah perasaan seorang sahabat.
“dan kamu tahu,perasaan aku kekamu adalah perasaan cinta seoarang lelaki kepada wanita yang disayanginya.Bukan sebagai seorang sabahat”

                  Duk..detak jantungku serasa berhenti ,mataku terbelalak.Kata-kata itu tiba-tiba mengingatkanku kembali  pada kejadian 2 tahun lalu. Dimana hal yang sama membuatku kaget seperti ini.
Saat itu setelah pulang sekolah aku dan Raka jalan-jalan dulu taman dekat rumah. Kami bercanda-canda sambil tertawa-tawa kecil ,namun tiba-tiba saja Raka mendekatiku dan membisikan sesuatu dikupingku “aku sayang sama kamu” lalu dengan begitu saja dia berlari pergi menginggalkanku sendiri yang masih terkaget dengan ucapannnya.Apa maksudnya berkata begitu padaku aku masih belum mengerti saat itu.Belum mengerti tentang artinya cinta. Waktu itu aku menganggap ucapan Raka itu adalah sebuah candaan belaka.
Kami pun beranjak remaja ,lalu aku tanyakan pada Raka tentang hal yang pernah dia ucapkan dulu.Setiap kutanyakan dan setiap kuingatkan dia tentang masa itu,dia selalau menjawab ”aku tak ingat pernah mengatakan itu aku benar-benar tak ingat”. Aku tak tahu entah dia benar lupa atau dia pura-pura lupa.

Sekarang ditempat ini,Raka kembali mengucapkan hal yang serupa tentang perasaannya padaku ‘bukan hanya sekedar seorang sahabat’  dan sekarang aku tahu Raka pura-pura lupa dengan ucapannya pada masa itu ,buktinya dia kembali  mengucapkannya sekarang, mungkin.
“avi ,kamu memang menganggap aku sebagai seorang sahabat ,tapi aku mengangap kamu sebagai belahan jiwa.Aku masih ingat,waktu itu kamu pernah bilang padaku,carilah pacar yang bisa membuat hatimu terus semangat ,tersenyum dan tertawa agar masa tuamu penuh warna .Jika pacarmu hanya bisa memberikan harta dan cinta ,tapi tak memberikan semangat ,senyum,dan tawa untuk hidupmu” lalu dipandanginya wajahku sejenak.

“Raka mungkin sepasang kekasih hubungannya bisa terputus ,tapi ngga dengan sahabat yang hubungannya ngga bisa terputus.Maka dari itu aku mau selalu jadi sahabatmu,karena aku ngga mau terputus dan terpisah darimu”   kali ini aku yang memandang lurus kedepan,ketika itu aku sadar sebenarnya Raka memandangiku.cukup lama.

                Kami hanya terdiam tak berkata, saling memandang dengan  wajah bingung. Apa yang harus dilakukan lagi setelah ini? Tanyaku dalam hati. Aku pun memberanikan diri untuk memulai lagi pembicaraan.
                “raka?” tanyaku dengan ragu
                “iya vi, ada apa?” jawabnya seperti tidak terjadi apa apa.
                “pulang yuk, aku takut kesorean”
                “okay”
                Hanya itu yang keluar dari mulutnya, dia pun menuju kasir untuk membayar semua yang telah kami makan. Kami berjalan keluar bersama, dia tetap menggandeng tanganku. Dia bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apa apa.
Kami menuju basemant,  aku diminta untuk menunggu saja di depan pintu. Dia berjalan ditengah tengah, mall ini memang sedang sepi. Sejenak dia berhenti dan sedikit jongkok untuk membetulkan tali sepatunya. Aku mengeluarkan ponselku untuk membalas pesan singkat dari temanku. Tiba tiba, aku melihat motor yang melaju cepat dari arah berlawanan. Entah apa yang membuat Raka tidak mendengar suara motor itu. Seketika aku terkejut melihat sahabatku tergeletak tak berdaya. Aku pun menghampirinya, aku memeluknya, aku menangis disampingnya. Aku pun berteriak minta tolong kepada scurity.
                “Rakaaaa” teriak ku sambil tersedu sedu
                “a..v..vi” jawabnya tergagap sambil menahan sakit
                “Raka kamu harus tahan, kamu harus kuat raka”
                “vi, a..ku sa..ya..ng ka..mu” katanya semakin terbata-bata
                “aku juga sayang kaa... Rakaaa”
                Aku tersontak melihat matanya yang sudah terpejam, melihatnya tergolek lemas diatas pangkuanku. Aku hanya bisa menangis melihatnya. Tanpa kusadari telah banyak orang yang mengelilingiku. Mereka mengucapkan kata-kata yang bisa membuatku semakin ingin menjerit. Tak lama kemudian ambulans pun datang, tubuhnya diangkat dan masuk kedalam mobil ambulans. Aku pun ikut masuk kedalam ambulans itu.
                “maaf  ya de, tapi teman kamu sudah tidak bisa tertolong lagi” kata seseorang yang berada tepat didepanku. Kata-kata itu hanya membuatku semakin lemas.
***
               
Satu bulan berlalu, aku yang masih tidak terbiasa dengan kepergian sahabatku masih merasakan kesedihan yang mendalam. Dia yang selalu ada disampingku, dia yang selalu membuatku tersenyum kini tiada lagi. Tidak ada yang dapat menghiasi hari hariku lagi, tidak ada yang pernah bisa menggantikan posisinya dihatiku. Dia akan selalu punya tempat tersendiri dihatiku.
                Aku duduk dibalik jendela kamarku, aku hanya bisa terdiam meratapi kepergiannya. Aku mulai meneteskan air mata yang lama kelamaan air mata itu membasahai seluruh pipiku. Aku berusaha untuk tidak menangisi kepergiannya, tapi semakin aku berusaha semakin bnayak air mata yang membasahi pipiku. Seharusnya dulu aku menerima Raka untuk menjadi kekasihku, karena lebih baik kehilangannya karena menjadi kekasihnya dari pada harus menjadi sahabatnya tapi harus kehilangan untuk selamanya.


0 komentar:

Posting Komentar