N
|
amaku
Silvia Alviani,aku berusia 16 tahun.Pada usia inilah pertama kali aku duduk
dibangku SMA. Aku mendaftar di sekolah yang sama seperti sahabatku Raka, Raka
Perdana itulah namanya. Dia biasa memanggilku dengan sebutan Avi. Aku sudah
berteman dengannya sejak 3 tahun yang lalu. Aku dan Raka sangat dekat, kemana
pun aku pergi pasti selalu ada Raka disampingku, begitupun sebaliknya.
Aku bersiap mengenakan baju seragam putih abu-abu. Hari
ini adalah hari pertama aku masuk sekolah. Ku lihat telepon genggamku, tak ada
tanda tanda dari Raka. Aku pun mulai cemas dengan situasi ini. Waktu telah
menunjukan pukul 6.30 WIB, ku tengok keluar jendela tapi tak ada seorangpun
disana. Lalu aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat padanya, tapi tak ada
balasan. Kucoba telepon tapi tak ada jawaban. Kemana perginya raka? Kataku
dalam hati. Lima belas menit berlalu, tapi tak ada satu pun kabar dari Raka.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan dia pesan singkat lagi, lalu aku keluar
pintu dan menguncinya. Tiba-tiba “Tintin, tintin” suara yang terdengar tidak
asing lagi ditelingaku.
“Raka?” spontan aku menyebut namanya karna aku melihat
dia tiba-tiba berada didepan rumahku.
“aviii” jawabnya dengan bersemangat
Aku pun bergegas mengambil kunci yang masih tergantung di
pintu. Dengan tak sabar aku membuka pagar rumahku. Seperti biasa, dia selalu
mencubit pipiku ketika bertemu. Aku pun membalasnya dengan senyuman. Tanpa
aba-aba aku naik ke atas motornya. Kami pun berangkat bersama.1
***
Dibawah sinar mentari pagi, semua siswa dan siswi baru
berbaris ditengah lapangan. Satu persatu nama disebutkan untuk pembagian kelas.
Yang pertama disebutkan adalah murid yang akan masuk dikelas sepuluh satu dan
ternyata namaku disebutkan. Tapi aku sedih karena tidak satu kelas dengan Raka.
Dengan sedikit ragu aku pun melangkahkan kakiku menuju kelas sepuluh satu. Aku
pun terus memikirkan nasib persahabatanku dengan Raka. Apakah kami bisa selalu
bersama jika tidak satu kelas? Apakah dia akan ingat dengan kebiasaan yang
biasa kami lakukan? Pertanyaan pertanyaan itu selalu berada dipikiranku. Aku
hanya menghawatirkan persahabatanku dengannya. Dua jam pelajaran berlalu, tapi
aku masih memikirkan pertanyaan pertanyaan itu, aku bahkan tidak memperhatikan
guru guru yang masuk dikelasku.
Empat jam kemudian, bel sekolah pun berbunyi. Seharusnya
aku pulang jam 4 sore, karena aku mengambil kelas bilingual. Tapi hari ini aku
pulang tepat jam 12 siang. Aku pun keluar dari kelas dan mencari-cari Raka.
Tiba-tiba, aku merasakan kegelapan, ternyata ada tangan seseorang yang menutupi
mataku. Ini pasti Raka pikirku. Raka pun melepaskan tangannya dari mataku. Aku
menoleh kebelakang, terlihat wajahnya yang tersenyum kepadaku. Entah mengapa,
jantungku berdegup kencang, nafasku mulai tidak teratur, aku pun berusaha untuk
tidak terlihat salah tingkah didepannya.
“avi,
kamu kenapa?” Raka mengayun-ayunkan tangannya didepan wajahku.
“ng..ga
aku ngga kenapa napa” aku sedikit gagap menjawab pertanyaannya.
“kalau gitu, ayu kita pulang”
ajaknya
“ay..”
“eits, tunggu dulu” memotong
perkataanku, sambil menyentuh bibirku dengan jari telunjuknya.
Apa lagi yang dia inginkan
setelah dia membuatku salah tingkah? Tanyaku dalam hati. Aku hanya bisa terdiam
ketika jarinya menyentuh permukaan bibirku.
“kamu mau ikut aku ngga?”
tanyanya sambil menurunkan jarinya dari bibirku.
“mau kemana?” tanyaku dengan
penuh rasa penasaran.
“udah deh, mau ngga?”
“iya udah deh, iya aku mau ikut”
kataku
Aku terus memutar otak,
sebetulnya mau dibawa kemana aku? Apa yang akan kami lakukan? Aku terus
berpikir, aku mengingat semua tempat yang ada kemungkinan menjadi tujuan kami. Sampai
pada akhirnya kami pun sampai dibasemant sebuah mall.
“kita mau ngapain? Aku ngga bawa
jaket” kataku sambil turun dari motornya.
“yasudah, kamu pakai jaketku
saja ya” jawabnya dengan santai.
“terus kamu bagaimana?” tanyaku
memastikan
Tanpa menunggu jawaban darinya
aku pun segera mengenakan jaketnya. Lalu aku bercermin di kaca sepion motornya,
tiba-tiba aku melihat dia ingin melepaskan baju seragamnya. Spontan aku
terkejut, melihat apa yang dia lakukan.
“hei, kamu mau apa?” tanyaku
dengan sedikit bingung.
“tenang tenang, aku pakai baju
lagi kok” jawabnya sambil tersenyum.
“oh, aku kira.. hehe” aku
tertawa kecil.
Dia pun memasukan baju kedalam
tasnya. Tiba-tiba dia menggandeng tanganku, lagi lagi aku terkejut dengan apa
yang dia lakukan. Aku hanya bisa terdiam tanpa kata melihat dia menggandeng
tanganku. Kami pun menuju restoran tempat biasa kami makan. Beberapa menit
kemudian, makanan pun datang.
“abis ini kita nonton ya”
katanya sambil memasukan makanan kedalam mulutnya.
Aku yang sedang melahap
makananku tersontak mendengar ucapannya. Dia pun memberiku minuman dan
membersihkan sisa makanan yang masih berada ditepi bibirku.
“Hei, hati hati dong makannya”
katanya penuh perhatian.
“ abis, kamu membuatku kaget”
jawabku
“kamu mau nonton gak?” tanya
raka dengan muka memelas
“Raka, bukannya aku ngga mau,
tapi aku takut terlalu sore pulangnya, lain kali aja ya” jawabku sambil
tersenyum.
“oh gitu, iyaudah deh, tapi lain
kali maunya? Janji?”
“iya, aku janji”
Aku semakin bingung dengan
tingkah lakunya seharian ini, dia lebih perhatian kepadaku, dia juga tidak
biasanya mengajakku makan secara tiba tiba.Seperti ada sesutu yang dia
sembunyikan dariku. Aku hanya merasa dia berbeda, berbeda dari yang biasanya.
“vi?” panggilnyadengan suara
berbisik
“iya?” jawabku dengan santai
“vi kira-kira persahabatan kita udah berapa lama
ya?”Tanya Raka yang mengembalikan suasana menjadi sunyi.
“hhmm kurang lebih 3 tahunan.Emang kenapa ka?”
“lama juga ya.Apa kamu ada perasaan sama aku?”Tanya Raka lagi ,sambil matanya lurus kedepan.Entah apa yang dilihatnya.
“Ada,tetapi perasaan seorang sahabat”jawabku santai,tanpa ada beban apapun dihatiku,karena memang perasaanku pada Raka adalah perasaan seorang sahabat.
“dan kamu tahu,perasaan aku kekamu adalah perasaan cinta seoarang lelaki kepada wanita yang disayanginya.Bukan sebagai seorang sabahat”
“hhmm kurang lebih 3 tahunan.Emang kenapa ka?”
“lama juga ya.Apa kamu ada perasaan sama aku?”Tanya Raka lagi ,sambil matanya lurus kedepan.Entah apa yang dilihatnya.
“Ada,tetapi perasaan seorang sahabat”jawabku santai,tanpa ada beban apapun dihatiku,karena memang perasaanku pada Raka adalah perasaan seorang sahabat.
“dan kamu tahu,perasaan aku kekamu adalah perasaan cinta seoarang lelaki kepada wanita yang disayanginya.Bukan sebagai seorang sabahat”
Duk..detak jantungku serasa berhenti ,mataku terbelalak.Kata-kata itu
tiba-tiba mengingatkanku kembali pada kejadian 2 tahun lalu. Dimana hal
yang sama membuatku kaget seperti ini.
Saat itu setelah pulang sekolah aku dan Raka
jalan-jalan dulu taman dekat rumah. Kami bercanda-canda sambil tertawa-tawa
kecil ,namun tiba-tiba saja Raka mendekatiku dan membisikan sesuatu dikupingku
“aku sayang sama kamu” lalu dengan begitu saja dia berlari pergi
menginggalkanku sendiri yang masih terkaget dengan ucapannnya.Apa maksudnya
berkata begitu padaku aku masih belum mengerti saat itu.Belum mengerti tentang
artinya cinta. Waktu itu aku menganggap ucapan Raka itu adalah sebuah candaan
belaka.
Kami pun beranjak remaja ,lalu aku tanyakan pada Raka tentang hal yang pernah dia ucapkan dulu.Setiap kutanyakan dan setiap kuingatkan dia tentang masa itu,dia selalau menjawab ”aku tak ingat pernah mengatakan itu aku benar-benar tak ingat”. Aku tak tahu entah dia benar lupa atau dia pura-pura lupa.
Sekarang ditempat ini,Raka kembali mengucapkan hal yang serupa tentang perasaannya padaku ‘bukan hanya sekedar seorang sahabat’ dan sekarang aku tahu Raka pura-pura lupa dengan ucapannya pada masa itu ,buktinya dia kembali mengucapkannya sekarang, mungkin.
“avi ,kamu memang menganggap aku sebagai seorang sahabat ,tapi aku mengangap kamu sebagai belahan jiwa.Aku masih ingat,waktu itu kamu pernah bilang padaku,carilah pacar yang bisa membuat hatimu terus semangat ,tersenyum dan tertawa agar masa tuamu penuh warna .Jika pacarmu hanya bisa memberikan harta dan cinta ,tapi tak memberikan semangat ,senyum,dan tawa untuk hidupmu” lalu dipandanginya wajahku sejenak.
Kami pun beranjak remaja ,lalu aku tanyakan pada Raka tentang hal yang pernah dia ucapkan dulu.Setiap kutanyakan dan setiap kuingatkan dia tentang masa itu,dia selalau menjawab ”aku tak ingat pernah mengatakan itu aku benar-benar tak ingat”. Aku tak tahu entah dia benar lupa atau dia pura-pura lupa.
Sekarang ditempat ini,Raka kembali mengucapkan hal yang serupa tentang perasaannya padaku ‘bukan hanya sekedar seorang sahabat’ dan sekarang aku tahu Raka pura-pura lupa dengan ucapannya pada masa itu ,buktinya dia kembali mengucapkannya sekarang, mungkin.
“avi ,kamu memang menganggap aku sebagai seorang sahabat ,tapi aku mengangap kamu sebagai belahan jiwa.Aku masih ingat,waktu itu kamu pernah bilang padaku,carilah pacar yang bisa membuat hatimu terus semangat ,tersenyum dan tertawa agar masa tuamu penuh warna .Jika pacarmu hanya bisa memberikan harta dan cinta ,tapi tak memberikan semangat ,senyum,dan tawa untuk hidupmu” lalu dipandanginya wajahku sejenak.
“Raka mungkin sepasang kekasih hubungannya bisa terputus ,tapi ngga dengan sahabat yang hubungannya ngga bisa terputus.Maka dari itu aku mau selalu jadi sahabatmu,karena aku ngga mau terputus dan terpisah darimu” kali ini aku yang memandang lurus kedepan,ketika itu aku sadar sebenarnya Raka memandangiku.cukup lama.
Kami
hanya terdiam tak berkata, saling memandang dengan wajah bingung. Apa yang harus dilakukan lagi
setelah ini? Tanyaku dalam hati. Aku pun memberanikan diri untuk memulai lagi
pembicaraan.
“raka?”
tanyaku dengan ragu
“iya
vi, ada apa?” jawabnya seperti tidak terjadi apa apa.
“pulang
yuk, aku takut kesorean”
“okay”
Hanya
itu yang keluar dari mulutnya, dia pun menuju kasir untuk membayar semua yang
telah kami makan. Kami berjalan keluar bersama, dia tetap menggandeng tanganku.
Dia bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apa apa.
Kami menuju basemant,
aku diminta untuk menunggu saja di depan pintu. Dia berjalan ditengah
tengah, mall ini memang sedang sepi. Sejenak dia berhenti dan sedikit jongkok
untuk membetulkan tali sepatunya. Aku mengeluarkan ponselku untuk membalas
pesan singkat dari temanku. Tiba tiba, aku melihat motor yang melaju cepat dari
arah berlawanan. Entah apa yang membuat Raka tidak mendengar suara motor itu.
Seketika aku terkejut melihat sahabatku tergeletak tak berdaya. Aku pun
menghampirinya, aku memeluknya, aku menangis disampingnya. Aku pun berteriak
minta tolong kepada scurity.
“Rakaaaa”
teriak ku sambil tersedu sedu
“a..v..vi”
jawabnya tergagap sambil menahan sakit
“Raka
kamu harus tahan, kamu harus kuat raka”
“vi,
a..ku sa..ya..ng ka..mu” katanya semakin terbata-bata
“aku
juga sayang kaa... Rakaaa”
Aku
tersontak melihat matanya yang sudah terpejam, melihatnya tergolek lemas diatas
pangkuanku. Aku hanya bisa menangis melihatnya. Tanpa kusadari telah banyak
orang yang mengelilingiku. Mereka mengucapkan kata-kata yang bisa membuatku
semakin ingin menjerit. Tak lama kemudian ambulans pun datang, tubuhnya
diangkat dan masuk kedalam mobil ambulans. Aku pun ikut masuk kedalam ambulans
itu.
“maaf ya de, tapi teman kamu sudah tidak bisa
tertolong lagi” kata seseorang yang berada tepat didepanku. Kata-kata itu hanya
membuatku semakin lemas.
***
Satu bulan berlalu, aku yang masih tidak
terbiasa dengan kepergian sahabatku masih merasakan kesedihan yang mendalam.
Dia yang selalu ada disampingku, dia yang selalu membuatku tersenyum kini tiada
lagi. Tidak ada yang dapat menghiasi hari hariku lagi, tidak ada yang pernah
bisa menggantikan posisinya dihatiku. Dia akan selalu punya tempat tersendiri
dihatiku.
Aku duduk
dibalik jendela kamarku, aku hanya bisa terdiam meratapi kepergiannya. Aku
mulai meneteskan air mata yang lama kelamaan air mata itu membasahai seluruh
pipiku. Aku berusaha untuk tidak menangisi kepergiannya, tapi semakin aku
berusaha semakin bnayak air mata yang membasahi pipiku. Seharusnya dulu aku menerima Raka untuk menjadi kekasihku,
karena lebih baik kehilangannya karena menjadi kekasihnya dari pada harus
menjadi sahabatnya tapi harus kehilangan untuk selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar